Selasa, 05 Februari 2013

[BeraniCerita #1] Terindah



Pukul delapan lewat enam menit, sepeda tak bermerk berwarna hijau army itu melintasi jalan ke arah selatan, dikayuh santai sebisa-bisanya, sekuat-kuatnya, karena perpindahan roda giginya memang sudah tak berfungsi sejak awal dibeli.

Senin pagi yang sangat hangat untuk mengawali pagi, ada dua hal yang membuat Guh semangat menuju kampus, yaitu ini adalah awal kuliah semester dua sekaligus masa akhir dari rentetan mata kuliah yang harus diikutinya sebelum memulai riset awal tahun depan.  Walau telat sehari karena keasikan libur.

Sesampainya di depan fakulter peternakan, laju sepedanya dipelankan, kemudian berhenti dan sambil bersiul-siul pelan mengangkat sepedanya memasuki celah di antara pagar yang hanya bisa dimasuki oleh manusia dan sepeda, sungguh istimewa sekali.

Meneruskan perjalanan, menyusuri jalan paving block yang dingin diteduhi deretan angsana, sampai tak terasa sampai pertigaan.  Saat berbelok ke kiri, mengayuh dua kali, sebuah sepeda hijau menabraknya telak dari sisi kanan.  Dua pengendaranya kompak, sama-sama terjatuh.  Satu kaget, satunya meringis.

“Aduh, maaf ya, saya buru-buru..”  Sebelum Guh sempat berkata-kata, pemilik sepeda hijau berkeranjang di depan, sekaligus pemilik rambut indah sebahu, juga pemilik mata hitam yang tak kalah indah itu menatapnya dengan nada dan paras memohon.

Guh, hanya tersenyum.  Sambil bangkit kemudian membantu beberapa buku yang berserakan, sempat-sempatnya matanya membaca judul salah satu buku.
“Mbak, mau ke kampus juga?”

Si mata hitam mengangguk, tersenyum, Guh lalu menyodorkan tangannya.
“Guh”
“Lea”
“FISIP?”

Lea mengangguk, lalu bersiap-siap mengayuh sepedanya lagi. “Eh, terimakasih ya?”
“Boleh bareng, mbak? Kebetulan saya juga mau kesitu, em mbaknya ngambil mata kuliah Democratic Theory juga?”  Yang ditanya cuma mengangguk.

Guh tak bertanya lebih lanjut, hanya beriringan menuju kampus.  Pikir dia paling ini mahasiswi dari kampus lain yang ikutan sit in, semacam numpang kuliah, atau memang diharuskan oleh dosen fakultasnya mengambil mata kuliah itu di kampusnya dan itu adalah hal yang biasa.  Yang tak biasa hanyalah sosok indah yang membuat tangga kampus menuju lantai tiga tampaknya akan lebih semangat untuk ditapaki.

Tujuh menit cukup waktu untuk sampai, memarkirkan sepeda, lalu kembali beriringan berjalan, tentu cara klasik tak lupa dijalankan, membawakan dua buku yang lumayan tebal untuk dibawa di awal perkuliahan.

Sesampainya di lobi.
“Hey, Guh. Kapan sampai? Mudik kelamaan, sini ngobrol dulu” Uje, teman seangkatannya, memanggilnya.
“Eh ga keburu, bentar lagi masuk, nih”  Langkahnya tertahan.
“Bentar aja, ada yang mau aku omongin. Wih mentang-mentang nggak jalan sendirian”  Uje terkekeh.

Sementara Lea terus menuju anak tangga, berhenti sejenak, berbalik menoleh “Guh, saya duluan ya?”
“Iya, mbak sebentar ya, ntar saya nyusul.” 

Kemudian berpaling pada Uje. “Je, ada apaan? Buruan, sambil jalan aja yuk”
“Pak Suseno yang ngajar hari ini gak bisa masuk”
“Lah, trus?”
“Sejak minggu kemarin kok, beliau gak bisa ngajar”
“Terus?”
“Terus digantikan dosen baru, asik orangnya, baru kelar ngambil Doktor di Filipina”
“Terus?”
“Halagh tras trus dari tadi, ya terus buruan kita naik, itu buku pegangan kuliah kita lagi kau pegang, gimana ntar dosennya ngajar?”

Guh melongo. Uje ngikik.

“Lea? Pemilik buku ini, dosen kita?” Uje hanya ngangguk-ngangguk.
“Ah iya, Guh. Kamu pasti belum baca pengumuman, dia itu pembimbing tesismu.”

Guh makin melongo.

^^

-Jogja, 060213-
[Words 496]
[Cerita lain berdasarkan judul Terindah by Mayya]
"Flash Fiction ini disertakan dalam Giveaway BeraniCerita.com yang diselenggarakan oleh Mayya dan Miss Rochma."

4 komentar:

Anonim mengatakan...

halagh!

Ria Rochma mengatakan...

idenya asyik :)

Anonim mengatakan...

Ahaay... ada cinta di kampus xixixixi ^^

Santi Dewi mengatakan...

hehehehe.... bagus mba.... :) Selamat ya, jadi salah satu pemenang nya :)

Posting Komentar

 
;