Selasa, 05 Februari 2013

[BeraniCerita #2] Ketika Beras Tidak Matang, Aku Mencuri

Pojok Pasar Demangan, jam sepuluh pagi, saat ramai-ramainya, berjejalan dari parkiran sampai ke dalam.  Dan semakin ramai saat seorang anak kecil, mungkin masih sekolah dasar, mukanya nyaris tak berbentuk, setelah sebelumnya dihajar tanpa ampun oleh tukang parkir, juga oleh penjual beras di los belakang.

Anehnya, anak itu tak menangis, malah menatap menantang pada orang yang memukulinya, walaupun tidak adil tak seimbang.  Sekarang dia terpojok sendirian, berdarah-darah di sudut, bersandarkan tumpukan karung kosong.  Menunggu polisi yang lagi dipanggil.

Ibu tukang sayur, yang berjualan di samping tukang beras, rupanya iba, mendekatinya lalu memberinya segelas teh yang tak lagi hangat.

"Diminum, le"
Bocah itu tak berucap, namun pelan mengambil gelas yang diangsurkan padanya, lalu menatap ibu tukang sayur, sambil mengangguk pelan dan tersenyum, sebagai ganti ucapan terimakasih.

"Kenapa toh, le, harus mencuri segala, orangtuamu mana?"
Bocah itu hanya menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba penjual beras datang, berucap dengan nada tinggi.
"Sudah tinggalkan saja mbok, kecil-kecil sudah mencuri, memang harus dibikin kapok !"
"Sudahlah mas, kasian, lepasin saja, lagian dicurinya juga cuma sepotong kayu tak tak terpakai di tokomu, itupun juga sudah kau ambil lagi, kan?

"Iya, tapi tetap saja dia pencuri mbok, harus dikasih pelajaran!"
"Mas, sampeyan dari tadi ngomong soal pelajaran, sementara sampeyan tidak bertanya apa-apa selain memukulinya, siapa tahu dia mencuri karena terpaksa"

"Halagh ndak mungkin, mbok.  Mana ada nyuri terpaksa"
"Mbok ya ditanya dulu toh, kamu ini kayak ndak pernah bikin salah saja"
Penjual beras cuma mendengus kesal. Tapi diam-diam dia mendengarkan percakapan ibu tukang sayur dan si bocah.

"Le, mbok mau nanya, kenapa toh harus nyuri kayu segala, buat apa? " Ibu tukang sayur itu bertanya lembut pada anak yang dipanggilnya 'le sedari tadi.

"Lapar mbok."  Tiba-tiba dia berucap.
"Lapar kok nyuri kayu, dijual juga ndak laku, le.  Kayu itu buat apa? Kalo kamu laper bilang ke mbok, nanti mbok kasih"

"Saya ndak lapar kok, mbok"
"Lha, tadi kamu bilang lapar"

"Bukan saya mbok, kawan saya sakit, dia ndak bisa kerja"
"Kawan kamu kerja apa toh, le?"
"Mulung, mbok.."
Ibu tukang sayur terdiam sejenak, "lalu kayu tadi?"

"Saya mau masakin nasi buat dia, mbok.  Belum makan dari dua hari kemarin.  Saya ndak punya uang beli minyak untuk kompor.  Kebetulan pas lewat tadi liat kayu ndak terpakai jadi saya ambil, taunya dipukulin mbok"
Ibu tukang sayur menghela napas, "Orangtua kawan kamu itu dimana le?"

"Ditabrak sepur mbok, pagi kemarin"
Ibu itu terdiam sejenak.

"Kamu sendiri?"
"Saya dari kecil hidup sama mereka, mbok..  Kami cuma berdua sekarang"

Tak lama kemudian, dua pasang langkah bergegas menuju mereka setelah tukang parkir menunjuk-nunjuk ke arah mereka.

Seorang bapak-bapak menghampiri si anak kecil itu,bertanya padanya.
"Le namamu, Anam ?"  Yang ditanya mengangguk.
"Saudaranya Bisma yang tinggal di dekat rel selatan?"  Anak kecil itu mengangguk lagi.
"Cepat pulang, le.  Saudaramu barusan meninggal.."


**



-Jogjakarta, 060213-

[Words 454]
Cerita lain berdasarkan judul Ketika Beras Tidak Matang, Aku Mencuri  by Miss Rochma
"Flash Fiction ini disertakan dalam Giveaway BeraniCerita.com yang diselenggarakan oleh Mayya dan Miss Rochma."

3 komentar:

Ria Rochma mengatakan...

duh, endingnya menyedihkan... :(

makasih dah ikutan GA-nya..

Unknown mengatakan...

Duh, mau nangis...hiks hiks...

Irma Senja mengatakan...

Hiksss sedih yaaa :(

Posting Komentar

 
;